Berbagai jenis kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Jepara, khususnya kesenian kentrung, kini di ambang kepunahan. Penyebab utamanya, ...
Berbagai jenis kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Jepara, khususnya kesenian kentrung, kini di ambang kepunahan. Penyebab utamanya, tidak ada regenerasi di kalangan mereka.
Demikian penjelasan seniman kentrung Karisan yang tinggal di RT 02/ RW I, Desa Ngasem, Kecamatan Batealit. Pendapat senada mengemuka dari Kepala Humas Pemkab Jepara Hadi Priyanto, beberapa waktu lalu.
Menurut Karisan semua anaknya, yakni dua pria dan dua perempuan enggan meneruskan jejaknya. Mereka malu menjadi seniman kentrung.
"Padahal saya mewarisi darah seni dari almarhum ayah saya, Sumo Sukir," tuturnya prihatin.
Dia menambahkan, kakak sepupunya, Parmo (65), mengeluhkan hal yang sama. Kedua anak Parmo juga tidak mau mengikuti jejak ayahnya menjadi seniman kentrung.
Ayah Parmo, yakni Subani dan Sumo Sukir, adalah kakak beradik. "Kami tidak kuasa memaksakan kehendak kami kepada anak-anak. Jadi, sampai saat ini kami tetap manggung. Itu pun jika ada yang menanggap kami. Sayangnya, undangan bagi kami belum tentu ada sebulan sekali," ujar Karisan.
Menurut Hadi Priyono, Pemerintah Kabupaten Jepara berusaha melestarikan berbagai kesenian tradisional khas Jepara dengan cara mengundang para seniman tradisional tersebut pentas di berbagai kesempatan.
"Patut disayangkan jika tidak ada regenerasi di dunia kesenian tradisional. Perlu ada upaya lain untuk melestarikan hal tersebut. Misalnya, melalui kegiatan ekstra kurikuler di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Kami akan mencoba menggarapnya lebih dalam pada tahun 2010," kata Hadi yang juga Ketua Dewan Kesenian Jepara. (SUP)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/04/14301077/seni.kentrung.jepara.di.ambang.kepunahan
Demikian penjelasan seniman kentrung Karisan yang tinggal di RT 02/ RW I, Desa Ngasem, Kecamatan Batealit. Pendapat senada mengemuka dari Kepala Humas Pemkab Jepara Hadi Priyanto, beberapa waktu lalu.
Menurut Karisan semua anaknya, yakni dua pria dan dua perempuan enggan meneruskan jejaknya. Mereka malu menjadi seniman kentrung.
"Padahal saya mewarisi darah seni dari almarhum ayah saya, Sumo Sukir," tuturnya prihatin.
Dia menambahkan, kakak sepupunya, Parmo (65), mengeluhkan hal yang sama. Kedua anak Parmo juga tidak mau mengikuti jejak ayahnya menjadi seniman kentrung.
Ayah Parmo, yakni Subani dan Sumo Sukir, adalah kakak beradik. "Kami tidak kuasa memaksakan kehendak kami kepada anak-anak. Jadi, sampai saat ini kami tetap manggung. Itu pun jika ada yang menanggap kami. Sayangnya, undangan bagi kami belum tentu ada sebulan sekali," ujar Karisan.
Menurut Hadi Priyono, Pemerintah Kabupaten Jepara berusaha melestarikan berbagai kesenian tradisional khas Jepara dengan cara mengundang para seniman tradisional tersebut pentas di berbagai kesempatan.
"Patut disayangkan jika tidak ada regenerasi di dunia kesenian tradisional. Perlu ada upaya lain untuk melestarikan hal tersebut. Misalnya, melalui kegiatan ekstra kurikuler di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Kami akan mencoba menggarapnya lebih dalam pada tahun 2010," kata Hadi yang juga Ketua Dewan Kesenian Jepara. (SUP)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/04/14301077/seni.kentrung.jepara.di.ambang.kepunahan